“Jangan kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk menghakimi, kamu akan dihakimi; dan ukuran yg kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.”

Matius 7:1-2

Pengertian “menghakimi” yang dimaksud dalam ayat Injil diatas, yaitu ketika kita berpikir negatif pada seseorang. Kita merasa diri paling benar dan paling baik, lalu mudah menjadikan orang lain sebagai terdakwa …

Peringatan keras Yesus terhadap orang yang mudah menghakimi, adalah karena akibat atau dampak yang ditimbulkan akan sangat buruk, yaitu :

  1. Perpecahan umat
    Gereja tidak lagi menarik bagi orang, terutama yang belum mengenal Tuhan. Sikap saling menghakimi dalam diri umat membuat gereja tidak lagi menjadi pewartaan sukacita Injil.
  2. Sakit hati & Kepahitan
    Menghakimi membuat orang yang terhakimi merasa dipermalukan dan semakin terpuruk.
biblestudytools.com

Berikut ada satu kisah ilustratif semoga dapat membantu kita untuk lebih memahami makna ayat tersebut diatas.

Suatu saat, seorang wanita sedang menunggu penerbangan di bandara. Masih ada beberapa menit sebelum jadwal penerbangan tiba. Untuk mengisi waktu, ia membeli buku dan sekantong kue di toko, lalu menemukan tempat untuk duduk dan membaca buku yang baru saja dibelinya.

Dalam keasyikannya, ia melihat lelaki di sebelahnya dengan begitu berani mengambil satu-dua kue dari kantong yang terletak diantara mereka.

Agar tidak terjadi keributan, wanita tersebut mencoba mengabaikannya. Ia terus membaca sambil mengunyah kue dan melihat-lihat jam. Sementara si pencuri kue pemberani menghabiskan persediaannya.

Menit-menit berlalu, ia pun semakin kesal. Setiap ia mengambil satu kue, si lelaki juga mengambil satu. Dalam hati ia berguman : “Kalau aku bukan orang baik sdh kutonjok dia!“.

Akhirnya, yang tersisa di kantong hanya satu kue. Ia bertanya-tanya dalam hati, apa kira-kira yang akan dilakukan lelaki itu ?

Lihatlah, si lelaki mengambil kue terakhir, kemudian membaginya menjadi dua, lalu dgn senyum di wajahnya, menawarkan separo miliknya kepada wanita itu, sementara ia makan yang separonya lagi.

“Ya ampun orang ini berani dan kasar sekali, bahkan ia tidak kelihatan berterima kasih” Belum pernah rasanya ia begitu kesal.

Pada saat terdengar nomor penerbangan diumumkan, ia pun menghela napas lega, lalu bergegas mengumpulkan barang miliknya dan menuju pintu gerbang.

Ia menolak untuk menoleh pada “si pencuri” yang tak tahu terima kasih, langsung naik pesawat dan duduk di kursinya, lalu mencari bukunya yang hampir selesai dibacanya.

Tetapi, saat ia merogoh tasnya, ia kaget dan menahan nafas, disitu… didepan matanya, ada kantong kue. “Koq milikku ada disini?” erangnya dengan patah hati. “Jadi kue tadi adalah milik lelaki itu dan ia mencoba berbagi ?” Ia tersandar sedih., sesungguhnya akulah yang kasar, tak tahu terima kasih. akulah pencuri kue itu !

Kisah seperti diatas sering kali terjadi dalam kehidupan ini, termasuk dalam kehidupan pelayanan gerejawi. Seringkali usaha, niat baik orang dicibirkan, disepelekan, bahkan dituduh negatif.

Tak jarang kita berprasangka buruk, dan melihat orang lain dgn kacamata kita sendiri. Kita sering mengkritik, mengomentari, mencemooh usaha dan niat baik orang, padahal… kita sendiri yang tidak bijaksana… kita sendiri yang tidak tahu berterima kasih.

Oleh karena itu, Marilah kita menghargai usaha orang. Janganlah hanya meng-evaluasi orang lain.. tapi evaluasi juga diri sendiri.. karena spt kata orang bijak :

“It’s easier to point with a finger, than to offer a helping hand”
“Lebih mudah menunjuk dgn jari, drpd menawarkan tangan utk membantu”

Salam damai sejahtera

Theodorus Lintang

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *