Pada bacaan Keluaran 16:2 – 4.12-15 dikisahkan bangsa Israel yang dibebaskan dari Mesir dan berada di padang gurun merasa kecewa dan mengeluh karena kekurangan makanan. Tetapi dengan perantaraan Musa Allah menurunkan hujan roti dari langit. Pada Injil Yohanes kita menerima peneguhan dari Yesus, bahwa barangsiapa percaya kepadaNya, tidak akan lapar lagi, sebab akan menerima roti dari surga yang tidak akan musnah.

Demikianlah Yesus mengajak setiap orang supaya percaya kepada Anak Manusia, yaitu Yesus, sebagai pemberi roti yang tidak akan musnah. Yesus menghendaki agar mereka bukan hanya minta lagi roti makanan sehari-hari untuk menghilangkan rasa lapar, melainkan roti dari surga. Bukan roti yang diberikan oleh Musa, melainkan roti dari Allah sendiri. “Karena roti yang dari Allah ialah roti yang turun dari surga dan yang memberi hidup kepada dunia.” (Yoh 6:33).

Pada diri setiap orang selalu ada rasa lapar jasmani, tetapi juga ada rasa lapar rohani yang tidak dapat dipenuhi dengan makanan biasa. Orang bisa lapar akan kehidupan yang kekal, lapar akan Allah. Baik mana yang dimakan oleh nenek moyang bangsa Israel di padang gunung, maupun roti yang diperbanyak oleh Yesus itu merupakan suatu tanda kebutuhan akan seorang Almasih, yaitu Kristus, yang akan memenuhi rasa lapar manusia akan hidup abadi.

Dalam Injil Yohanes hari ini Yesus tampil, berbicara dan berbuat bukanlah sebagai Musa ataupun salah seorang nabi. Yesus bukan hanya memberi roti untuk menghilangkan rasa lapar sementara. Ia memberikan kepada kita Roti Abadi. Roti ini tidak akan musnah, dan selalu tersedia untuk selamanya. Yesus bersabda tentang roti hidup, dan roti itu adalah DiriNya sendiri.

Dengan kata-kata ini Yesus mengundang kita untuk: “datang kepada-Nya” (Yoh 6:35.37), “percaya kepada-Nya” (ay.40), “datang kepada-Ku” (ay.44-45). Sabda-Nya selalu merupakan suatu santapan yang kita perlukan untuk menghidupkan iman kita. Hanya dengan iman serupa itulah akan terwujud kata-kata Yesus ini: “Akulah roti hidup! Barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan lapar lagi, dan barangsiapa percaya kepada-Ku, ia tidak akan haus lagi” (Yoh 6:35).

Marilah kita bertanya pada diri kita sendiri! Apakah makna kehadiran Yesus dalam Ekaristi sebagai Roti Hidup bagi diriku? Apakah Ekaristi yang kuterima sebagai Roti Hidup itu mengubah sikap dan arah hidupku kepada Tuhan maupun kepada sesamaku? Semoga Ekaristi, sebagai Roti Hidup, yang kita terima dapat membuat kita menjadi murid Kristus yang sejati. Amin.

(P. SP Bambang Ponco Santosa, SJ.)