“Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?” (Matius 6:26)

Selama lebih 2 tahun kita terhenyak oleh bencana merebaknya pandemi Covid-19 yang meluluhlantakan seluruh sendi kehidupan manusia.

Peristiwa ini masih menyisakan kesengsaraan sejumlah besar org yang kehilangan keluarga, sanak-saudara dan mata pencaharian. Keadaan ini memaksa saudari-saudara kita harus memulai hidup sambil menatap dengan khawatir masa depan mereka.

Namun, sesaat baru saja bernapas lega, kita dikejutkan lagi dengan bencana sosial lainnya, seperti kekerasan pada anak.

Baik itu di sekolah, di tempat mereka bermain, bahkan di dalam lingkungan keluarga mereka sendiri, yang seharusnya menjadi tempat mereka untuk berlindung.

Tumpulnya kepekaan sosial dan matinya hati nurani juga terjadi pada beberapa pelayanan rumah sakit yang buruk terhadap pasien miskin.

Masih saja terdengar adanya penolakan perawatan/terlambatnya penanganan anak-anak, balita, karena berbagai alasan. Siapa yg peduli terhadap nyawa “murah” seorang anak miskin?

Bencana alam dan bencana sosial seringkali terkait erat dengan bencana moral seperti keserakahan, korupsi, kebohongan publik, rekayasa politik, dll.

Banyak orang begitu khawatir akan masa depan mereka sehingga bersikap serakah, lalu mengumpulkan sebanyak-banyaknya harta dengan cara apapun, termasuk cara yang tidak terpuji.

Hidup tidak lagi diabdikan untuk kesejahteraan bersama, tetapi untuk menimbun harta. Orang bekerja bukan lagi untuk hidup, tetapi untuk mengumbar keserakahan.

Akibat yang muncul adalah tumpulnya kepekaan sosial, matinya hati nurani dan menjauhkan siapa pun dari Tuhan dan sesama.

Perikop Injil Matius menegaskan pokok pengajaran Yesus, adalah tentang “Kekhawatiran Hidup”.

Jika kita mencermati lebih dalam, ke-3 Injil sinopsis (Markus, Matius, Lukas), kita akan menemukan bahwa Yesus mengawali uraian-Nya tentang Kerajaan Allah, dengan menyebut burung-burung yang tidak khawatir.

Disini Yesus ingin mengatakan bahwa burung-burung itu tidak khawatir karena mereka hidup dalam Kerajaan Bapa.

Mereka tanpa kecuali memiliki hak sama atas segala apa yang ada di dalam kerajaan-Nya, yaitu akses terhadap “Sumber Abadi” yang tak pernah habis.

Selama burung-burung itu bebas mengakses “sumber abadi” tersebut, maka tidak akan ada perlombaan, persaingan, pertikaian. Mengapa? Karena akar dari pertikaian dan persaingan adalah kekhawatiran hidup.

Perlu dipahami, bahwa wejangan Yesus ini tidak hanya ditujukan kepada “murid-murid-Nya” saja, tetapi juga kepada ”orang banyak”. Yesus ingin menyakinkan bahwa Allah adalah Bapa kita semua tanpa kecuali, dan kita semua adalah saudara.

Ibarat dalam perjalanan menuju bukit emas. Kita memperebutkan beberapa lempengan emas yang ditemukan di tengah jalan, padahal bukit emas sudah di depan mata, tetapi kita tidak melihatnya karena sibuk bertikai.

Semua ini terjadi, karena kita ingin menguasai meja, ingin duduk paling depan, merasa lebih berhak, mengambil posisi sebagai pengemban amanah atau pelindung, padahal semua itu tidak diperlukan.

Kalau saja seluruh umat manusia bersatu-padu, setiap orang melakoni pesan Yesus, dan bukan hanya dikhotbahkan, atau sekedar wacana dan slogan saja, niscaya dunia kita menjadi sangat mirip dengan juraian Yesus tentang Kerajaan Allah.

Sebagaimana para murid Yesus yg pertama, kita semua adalah pribadi-pribadi yang terpanggil dan terpilih.

Keyakinan bahwa kita adalah pribadi-pribadi yang dipilih dan dipanggil seharusnya membuat kita menjadi warga Gereja yg bangga dengan jati diri kita sebagai murid-murid Kristus.

Sementara itu kita juga sadar bahwa kita dipanggil dan dipilih tidak demi kepentingan diri kita sendiri, melainkan untuk mengikuti Yesus yang datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan hidup demi sesama, demi kebaikan bersama (Mat 20:28), maka :

“Undanglah saudara-saudaramu untuk makan di meja perjamuan bersamamu, bukan untuk disedekahi dengan sisa makananmu”

Salam Damai Sejahtera

BTL

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *